Abstract: Permasalahan nuklir Iran memang sudah lama menjadi isu yang kontroversial dalam perdebatan antar negara, terutama ketika presiden Ahmadinejad menjabat sebagai presiden. Baru beberapa hari menjabat kursi kepresidenan, mengumumkan akan mengaktifkan kembali program pengembangan nuklir di Iran setelah bertahun-tahun proyek itu ditunda pada masa kepemimpinan Khatami. Alhasil, tindakannya ini memantik kontroversi dan reaksi internasional karena saat itu negoisasi mengenai permasalah nuklir ini belum mencapai titik kesepakatan antara Iran dan dunia Barat. Keseriusan usahan Ahmadinejad ini akhirnya berbuntut pada pelaporan terhadap DK PBB oleh IAEA. Bahkan walaupun sudah berkali-kali diberi sanksi dan resolusi oleh DK PBB, pemerintahan Ahmadinejad masih tetap kukuh dengan kebijakannya untuk tetap melanjutkan pengembangan nuklir dengan alasan untuk perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan melihat kebijakan yang relative lebih berani pada masa Ahmadinejad dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya, maka keberadaan faktor idiosinkretik Ahmadinejad dalam membuat kebijakan nuklir ini menjadi perlu dan penting untuk dianalisa. Dalam penelitian ini mengkaji bagaimana idiosinkretik Ahmadinejad mempengaruhi kebijakan-kebijakan mengenai pengembangan nuklir Iran pada masa dia menjabat sebagai kepala pemerintahan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Persepsi yang dikemukakan oleh Ole R.Holsti Dimana dalam teorinya, ia menjelaskan bahwa seseorang melakukan tindakan berdasarkan apa yang mereka ketahui. Sehingga, tanggapan seseorang pada sebuah situasi tergantung pada bagaimana ia mendefinisikan situasi itu. Definisi Ahmadinejad mengenai tekanan dunia internasional disini menjadi penting untuk diketahui, karena dari sanalah pikirannya akan mempengaruhi kebijakan yang dibuatnya sebagai seorang presiden.
Processing Request
No Comments.